Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah


Pengertian Menurut bahasa:

Ada tiga kata yang dijadikan makna dari hadis itu sendiri, yaitu:
  • Khabar – Ini artinya warta atau berita, dalam istilahnya ini banyak diartikan dengan segala sesuatu yang diperbincangkan atau ucapan yang dipindahkan dari seseorang kepada orang lain atau yang lebih dikenal dengan “ma yatahaddatsu bihi wa yunqalu”. Dari makna ini yang kemudian disebut perkataan “hadis Nabi”
  • Jadid – Artinya baru, ini adalah lawan kata dari qadim yang berarti yang sudah lama. Jadi, hadis bisa juga diartikan dengan sesuatu yang baru jika disandarkan dalam katanya saja, kecuali jika disandarkan pada nabi maka maknanya lain lagi.
  • Qarib – Bermakna yang dekat, atau yang belum lama ini berlangsung atau terjadi, misalnya dalam kalimat “haditsul ahdi bil-Islam” yang artinya orang yang baru masuk Islam. Adapun jamaknya huduts atau hidats.
Jamak dari kata hadis bisa hudtsan atau hidtsan dan biasa juga disebut ahadits. Bahkan jamak yang terakhir disebut inilah yang selalu digunakan untuk mengungkapkan hadis-hadis yang bersumber dari nabi, yakni Ahaditsul Rasul.
Perlu diketahui bahwa kata ‘ahadits’ yang merupakan bentuk jamak bukanlah jamak dari kata hadits, melainkan isim jamak, sedangkan kata tunggal atau mufradnya yang sebenarnya adalah dari kata ‘uhdutsah’ yang berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain. Ini sepaham dengan pendapat Az-Zumakhsyary dalam kitab Al-Kasysyaf.
Adapun dalil yang mengungkapkan bahwa hadis bermakna khabar adalah dalam surah Ath-Thur ayat 34:

فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوْا صٰدِقِيْنَ

“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar.”

Menurut istilah dari ahli hadis

Oleh al-Hafidh dalam syarah Al-Bukhary menyebukan soal pengertian hadis ini, yakni

أَقْوَالُهُ صلى الله عليه وسلم وَأَفْعَالُهُ وَأَحْوَالُهُ

“Segala ucaban Nabi saw., segala perbuatannya dan juga segala keadaan beliau.”
Dikatakan juga bahwa makna segala keadaan Nabi adalah termasuk juga dengan apa yang diriwayatkan dalam kitab sejarah yang sahih, seperti kelahiran beliau, tempatnya dan segal yang menyangkut dengan itu.

Definisi hadits Nabi menurut ulama Ushul Hadits

Ada yang berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh ulama Ushulul Hadis, yang mana ada penegasan di akhirnya bahwa segala yang disandarkan kepada Nabi hanya pada hal yang berkaitan dengan hukum. Sebagaimana disebutkan:


أَقْوَالُهُ صلى الله عليه وسلم وَاَفْعَالُهُ وَتَقَارِيْرُهُ مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِهِ حُكْمٌ بِنَا

“Segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi, yang berkaitan dengan masalah hukum.”
Ini artinya, walaupun disandarkan kepada Nabi tapi tidak ada kaitannya dengan soal hukum maka ia tidak termasuk hadis Nabi. Kurang lebih seperti itu maknanya jika kita merujuk pada pendapat ini.

Makna Sunnah Nabi

Secara bahasan atau lughat, Sunnah ialah jalan yang dijalani, terpuji atau pun tidak. Karenanya, sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan maka dinamai dengan sunnah walau pun itu kebiasaan tidak baik.
Salah satu dasar dari pengertian ini misalnya pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “man tsanna sunnatan hasanatan…” (Barangsiapa mengadakan suatu sunnah (jalan) yang baik…”
Dari penggalan hadis di atas memaknai kata sunnah dengan jalan.
Adapun menurut istilah sebagaimana pendapat para muhadditsin adalah “Segala yang disandarkan kepada Nabi saw, baik itu perbuatan, perkatann, taqrir (ketetapan), sifat, kelakuan, pengajaran, serta segala perjalanan hidup Rasul, baik itu sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.”
Mengenai kata sunnah yang pernah terucap dalam salah satu hadis Nabi adalah pada hadis mengenai dua hal yang telah dihadiskan oleh Rasul kepada kita yang mana ketika menyebut salah satunya, selain Al-Qur’an, menggunakan kata sunnah tersebut, yakni Sunnah Rasul-Nya.
Selain itu, sunnah bisa juga diartikan dengan segala dalil syar’i yang telah disepakati oleh fuqaha, yakni Al-Qur’an, hadis Nabi, serta ijtihad para sahabat. Hal ini sejalan dengan himbauan beliau untuk berpegang pada sunnahnya dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya.

Maksud dari Taqrir

Taqrir sendiri adalah ketetapan. Yakni suatu kejadian yang mana pada saat itu Nabi berada di situ dan beliau tidak mengingkari, menyanggah, atau pun menyalahkan tindakan atau perbuatan dari seseorang atau sahabatnya.
Sebagai contoh mengenai taqrir adalah ketika Nabi bersabda, “Jangan seseorang kamu bersembahyang, melainkan di bani Quraidhah.” Mengenai ucapan Nabi ini kemudian timbul dua penafsiran dan tindakan dari para sahabat, yang mana satunya memahami secara lahirnya dan tidak salat Ashar sampai mereka sampai di Bani Quraidhah, sedang golongan satunya lagi memaknainya agar sahabat segera pergi ke tempat itu, sehingga mereka salat Ashar tetap tepat waktu walau belum sampai di sana. Akhirnya tindakan para sahabat itu sampai ke Nabi, namun nabi tidak memberikan komentar apa-apa yang menandakan bahwa keduanya benar dilakukan.
Demiikian halnya ketika Khalid bin Walid makan dlab. Nabi tidak ikut memakannya dan kemudian ketika ditanya apakah beliau mengharamkannya, beliau lantas menjawab : “Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeri saya karena itu saya tidak suka memakannya. Makanlah, sesungguhnya dia itu halal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua kata di atas juga bisa dibilang sinonim dari kata hadits nabi, namun walau begitu, defenisinya tetap berbeda dan bisa dikhususkan pada makna umum atau khusus. Sebagian ulama memang berbeda pendapat soal maknyanya, namun secara umum masing-masing sudah punya makna yang tegas dan dimaksudkan untuk apa saja kata tersebut.

Perbedaan Hadits dan Sunnah

Walau terdengar sama, pada dasarnya keduanya memiliki makna berbeda.
Hadits, walau hanya dilakukan sekali atau diriwayatkan oleh seorang perawi saja maka ia sudah bisa dikatakan hadis. Adapun Sunnah, dikhususkan untuk amaliyah yang dilakukan terus-menerus dan turun-temurun atau istilahnya mutawatir., yakni cara Nabi melakukan sesuatu ibadah yang dinukilkan kepada kita dengan amaliyah yang mutawatir pula. Dan walapun penukilannya tidak mutawatir, tapi pelaksanaannya dilakukan mutawatir atau turun temurun, atau singkatnya bisa dikatakan sanadnya tidak mutawatir, tapi amaliyahnya mutawatir, maka ia dinamakan sunnah Nabi.
Demikianlah ulasan mengenai pengertian hadits menurut bahasa dan istilah atau defenisi hadis, khabar dan atsar. Walau terdengar sama karena kebiasaan kita selama ini menganggapnya demikian, tapi pada dasarnya masing-masing kata tersebut memiliki defenisi yang berbeda berdasarkan pendapat para fuqaha dan ahli hadis yang dituangkan dalam kitabnya masing-masing. Semoga Anda semua bisa menjadikannya sebagai rujukan untuk karya tulis ilmiah maupun penulisan buku lainnya.


Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top