DITINJAU DARI SEGI SUMBERNYA Hadits terbagi menjadi dua macam, yaitu
a. Hadits Qudsi (disebut juga Hadits Robbani)
b. Hadits Nabawi (disebut juga Hadits Nabi)
a. Hadits Qudsi (disebut juga Hadits Robbani)
b. Hadits Nabawi (disebut juga Hadits Nabi)
DITINJAU DARI SEGI RAWINYA (KUANTITAS), Hadits dibagi dalam dua bentuk besar, yaitu
a. Hadits Mutawatir dan,
b. Hadits Ahad.
a. Hadits Mutawatir dan,
b. Hadits Ahad.
DITINJAU DARI SEGI SANADNYA (KUALITAS), Hadits dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu
a. Shohih,
b. Hasan
c. Dhoif
a. Shohih,
b. Hasan
c. Dhoif
A. Hadits Qudsi
adalah Firman Allah SWT.,yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW., kemudian Beliau menyampaikan dengan redaksi (susunan
kata/kalimat) nya sendiri. Dengan demikian makna Hadits Qudsi tersebut
berasal dari Allah SWT., sedangkan lafal/redaksinya dari Nabi SAW.
contoh :
contoh :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم: يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى
بِى وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِى. (رواه البخارى)
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah SAW. bersabda; Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Aku, menurut sangkaan hamba-Ku dan Aku besertanya di mana saja dia menyebut (mengingat) Aku.” (H.R. Bukhari)
B. Hadits Nabawi
adalah Hadits yang makna maupun lafalnya berasal dari Nabi Muhammad SAW., sendiri.
Perbedaan Hadits Qudsi dan Nabawi
- Lafal dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah SWT, sebaliknya Hadits Qudsi hanya maknanya saja yang berasal dari Allah SWT. Sedangkan redaksinya (susunan kalimatnya) dari Nabi Muhammad SAW.
- Periwayatan Al-Qur’an tidak boleh dengan maknanya saja, sebaliknya Hadits Qudsi boleh diriwayatkan hanya dengan maknanya.
- Al-Qur’an terutama surat Al-Fatihah harus dibaca dalam sholat, sebaliknya Hadits Qudsi tidak boleh dibaca sewaktu sholat.
Hadits Mutawatir dan Aahad
A. Hadits Mutawatir
adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang dalam
setiap sanadnya dan mustahil para perawinya
berdusta. Sebab hadits ini
diriwayatkan oleh banyak orang dan disampaikan kepada banyak orang, oleh
karena itu diyakini kebenarannya. Dalam hal keotentikannya, Hadits
Mutawatir sama dengan Al-Qur’an, karena keduanya merupakan sesuatu yang
pasti adanya (Qoth’i al-wurud). Oleh sebab itu para ‘Ulama sepakat bahwa
Hadits Mutawatir wajib diamalkan.
Contoh Hadits Mutawatir : Muhammad rasulullah SAW.,
bersabda : “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka
tempat (kembali)nya dalam neraka.” (HR. Bukhori, Muslim, Darimi, Abu
Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi, Thobroni, dan Hakim)
hadits mutawatir terbagi dua :
1. Mutawatir lafzi, yakni perkataan Nabi Muhammad SAW.
2. Mutawatir ‘amali, yakni perbuatan Nabi Muhammad SAW.
B. Hadits Aahad
yaitu Hadits yang tidak mencapai derajat Mutawatir.
Mengenai hadits ini, para imam mazhab berbeda pendapat.
Menurut Imam Hanafi (Abu Hanifah), jika rawinya orang –
orang yang adil maka hanya dapat dijadikan hujjah pada bidang amaliyah,
bukan pada bidang aqidah dan ilmiah.
Imam Malik berpendapat hadits ini dapat dipakai menetapkan hukum-hukum yang tidak dijumpai dalam Al-Qur’an.
Imam Syafi’i menegaskan, hadits ini dapat dijadikan hujjah
jika rawinya berakal, dhobit, mendengar langsung dari Nabi Muhammad
SAW., dan tidak menyalahi pendapat ‘ulama hadits.
Hadits Dilihat dari Segi Kwalitasnya
1. Hadits Shohih
yaitu hadits yang cukup sanadnya dari awal sampai akhir dan oleh orang – orang yang sempurna hafalannya,
Syarat hadits shohih adalah :
a. اتصال السند artinya hadits shahih adalah hadits yang musnad (hadits yang lagsung marfu’ kepada Nabi saw)
b. العدل artinya diriwayatkan oleh tokoh sanad hadits yang bersifat adil
c. الضبط semua perawinya dhabith, artinya perawi hadits
tersebut memiliki ketelitian dalam menerima hadits, memahami apa yang ia
dengar, serta mampu mengingat dan menghafalnya sejak ia menerima
hadits.
d. غير شاذ hadits shahih bukanlah hadits
yang syadz (kontroversial) atau sejahtera dari keganjilan (tidak
bertentangan dengan riwayat yang lebih rajih).
e. غير معال hadits shihih bukan hadits yang terkena ‘illat (cacat).
Hadits Shohih dibagi dua :
- Shohih Lizatihi
yakni hadits yang shohih dengan sendirinya tanpa diperkuat dengan keterangan lainnya.
Contoh Hadits Hudzaifah dimana ia berkata : “ Saya
mendengar Rasulullah SAW., bersabda : “Tidak akan masuk surga orang yang
suka mengadu domba.” (HR. Al-Bukhori).
- Shohih Lighoirihi
yakni hadits yang keshohihannya diperkuat dengan keterangan lainnya.
contoh : Hadits Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairahradhiyallahu 'anhu:
contoh : Hadits Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairahradhiyallahu 'anhu:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda:”Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. at-Tirmidzi, Kitab ath-Thaharah)
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda:”Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. at-Tirmidzi, Kitab ath-Thaharah)
2. Hadits Hasan
Hadits Hasan terbagi dua, yaitu :
- Hadits hasan lidzatihi
Hadits hasan lidzatihi ialah hadits yang bersambung-sambung
sanadnya dengan orang yang adil yang kurang kuat hafalannya dan tidak
terdapat padanya syudzudz dan ‘illat.
Contohnya : adalah hadits yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi dan Abu Hurairah, bahwasannya Rasul bersabda:
لولا ان اشق على امتى لا مرتهم بالسواك عند كل صلاة
Sekiranya tidak aku memberatkan umatku, tentulah aku memerintahkan mereka beristiwak di tiap-tiap shalat”.
- Hadits Hasan Lighairihi
Definisi: Yaitu hadits Dha’if jika memiliki jalur
periwayatan yang banyak, dan sebab dha’ifnya hadits tersebut bukan
karena fasiqnya perawi hadits tersebut atau kedustaannya.
Bisa diambil faidah dari definisi di atas bahwa
hadits Dha’if bisa meningkat derajatnya menjadi Hasan Lighairihi dengan
dua hal:
Pertama Diriwayatkan dari jalur lain satu riwayat atau
lebih, dengan catatan jalur lain tersebut sama kedudukannya atau lebih
kuat darinya.
Kedua Sebab dhai’fnya hadits tersebut dikarenakan buruknya
hafalan perwainya, atau karena keterputusan dalam sanadnya, atau karena
ketidakjelasan para perawinya (maksudya bukan karena dustanya perawi,
atau cacat dalam masalah agamanya.
Contohnya: Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
at-Tirmidzi rahimahullah dan beliau mengatakannya hasan, dari jalur
Syu’bah bin ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari ‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah
dari bapaknya, bahwasanya ada seorang perempuan dari Bani Fazarah
menikah dengan mahar dua sendal. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda kepadanya:
أَرَضِيتِ مِنْ نَفْسِكِ وَمَالِكِ بِنَعْلَيْنِ؟ ». فَقَالَتْ : نَعَمْ فَأَجَازَ ”
Apakah engkau rela (ridha) sebagai gantimu dan hartamu dua sandal (maksudnya apakah engaku rela maharmu dua sandal).”Perempuan itu menjawab:”Iya (saya rela)” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallammembolehkannya.
Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:”Dan dalam bab ini
ada hadits dari ‘Umar, Abu Hurairah, dan ‘Aisayh radhiyallahu 'anhum.”
Maka ‘Ashim adalah seorang yang dha’if disebabkan buruknya
hafalan. Namun imam at-Tirmidzi telah mengatakan bahwa hadits ini hasan
dikarenakan datangnya riwayat ini dari banyak versi (sisi).
3. Hadits Dhoif (lemah), yaitu hadits yang tidak
memenuhi syarat Shohih dan Hasan. Contohnya : “Barang siapa berkata
kepada orang miskin : ‘bergembiralah’, maka wajib baginya surga.” (HR.
Ibnu A’di).
- Hadits Dloif karena terput sanadnnya :
1. Hadits Mursal,
yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in dengan menyebutkan ia menerimanya langsung dari Nabi Muhammad SAW.
2. Hadits Munqothi’,
yaitu hadits yang salah seorang rawinya gugur (tidak disebutkan namanya), bisa terjadi ditengah atau di akhir.
3. Hadits Al-Mu’adhol,
yaitu hadits yang dua orang atau lebih perawinya setelah sahabat tidak disebutkan dalam rangkaian sanad.
4. Hadits Mudallas,
yaitu hadits yang rawinya meriwayatkan hadits tersebut dari orang yang sezaman dengannya.
5. Hadits Mu’allal,
yaitu yang memiliki cacat pada sanad maupun pada matannya.
- Hadits-hadits dha’if disebabkan oleh cacat perawinya :
1. Hadits Maudhu’
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya
terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah
hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits.
2. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh
berdusta.
3. Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi
yang terpercaya / jujur.
4. Hadits Mu’allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits
yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al
Atsqalani bahwa hadis Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi
setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga
dengan hadits Ma’lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu’tal
(hadits sakit atau cacat).
5. Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau
tidak sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
6. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang
atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
7. Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
8. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan
dari perawi sendiri atau lainnya.
9. Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
perawi yang tsiqah (terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain
yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang
terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits
syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama
hadits disebut juga hadits Mahfudz.
0 Komentar untuk "Macam-Macam Hadits dan Tingkatannya"